Pendakian Semeru #1: Ranu Pani Sedingin Kutub
Awalnya saya nggak kepikiran untuk ndaki Semeru,
apalagi masalahnya kalau bukan dari sisi finansial.
Maklum mahasiswa, anak kos pula. Bisa makan enak aja udah bersyukur, mana kalau
udah krismon terpaksa nyeduh (baca:
masak mie instan). Yah, itu sudah menjadi rahasia umum. Udah ah jadi kelihatan
banget nelangsanya anak kos. Heuheu..
Beneran, tadinya saya pikir budget untuk ndaki Semeru bakal keluar banyak. Tapi saya lupa, saya
ini kuliah di Malang. Semeru kan secara geografis masih masuk wilayah Malang
juga. Jalan kaki Malang – Mahameru bisalah, yaa paling kaki pulang-pulang tinggal
diamputasi.
Setelah menyadari hal itu saya langsung deh cari info
sebanyak-banyaknya estimasi biaya untuk ke Semeru dari Malang. Dan setelah
dihitung-hitung, bueeh lumayan sekitar 200ribuan bisa PP Malang – Semeru –
Malang. Itu udah termasuk perbekalan, biaya sewa logistik peralatan dan
transportasi. Carter Jeep yang mahal itu pun udah include lho! Iyalah, 200ribu
ini itungannya rombongan ber-10 orang kok. Dan juga saat itu tiket masuk cuma
10ribu/orang sekali masuk, beda sama sekarang yang harganya Rp. 17.500/orang
dan perhari pula. Btw, saya ndaki di tahun 2013.
Setelah menghitung budget
dan menyusun itinerary. Awalnya saya berdua doang sama si Idang, teman
pendakian saat ke Gunung Arjuna. Saya pun mengajak teman yang lain, dan joinlah 7 orang, sehingga total menjadi
9 orang. Kurang 1 orang lagi buat genapin target 10 orang.
Si Faisal temen saat ke Arjuna juga, awalnya dia
bilang nggak ikut soalnya waktunya berbarengan sama seleksi basketnya. Tapi pas
hari H, dia memutuskan untuk ikut. Dengan guyonan sok-nya dia bilang begini,
“Aku jadi ikut Ham, aku ga rela liat kalian mati kedinginan di Ranu Kumbolo”.
Oh vangke banget kan, bilang aja iri lihat kami nanti di Semeru. Udah dadakan,
pake sok-sokan pula. Huhu.
Ya sudah langsung saya suruh prepare aja itu anak
Medan. Akhirnya dia berhasil memutuskan pilihan yang berat, dia rela
meninggalkan seleksi basketnya dan memilih mati kedinginan bersama kami di Ranu
Kumbolo. Oke saya salut dengan pilihanmu, Sal!
Mejeng
depan kampus sebelum berangkat
Berdiri
dari kiri: Rahman, Idang, Saya, Rio, Nafi dan Eko
Duduk
dari kiri: Abduh. Faisal, Saifud dan Reva
Btw, kami berangkat di hari terakhir UTS (ujian tidak
serius). Kami berkumpul dulu di depan kampus sebelum capcus naik angkot menuju
Pasar Tumpang. Di tahun 2013, Jeep yang ngangkut pendaki ke Ranu Pani masih
mangkal di Pasar Tumpang.
Setibanya disana, kami bertemu sepasang bule. Mereka
meminta untuk berangkat bareng kami untuk carter Jeep-nya. Tapi karena dari
ke-10 kami pada bego semua nggak ada yang bisa Bahasa Inggris, itu bule
tiba-tiba udah berangkat aja sama rombongan pendaki lain. Sialan! Diserobot,
padahal lumayan bisa mereduksi budget dengan join-nya bule. Nggak tahu apa kami semua mahasiswa yang anak kos pula?!
Huh! Mau nggak mau kami ikhlasin tuh kepergian bule, bye Mr. and Mrs. Bule!
Daripada buang waktu, kami pun berangkat bersepuluh
menaiki Jeep! Wooow pertama kali buat saya naik Jeep terbuka kayak gini, sumpah
asik banget, memacu adrenalin! Saking girangnya kami pada teriak nggak jelas,
ada yang bilang “Mahameru, kami datang!”, terus bilang “Janc***k”, ada juga
yang cuma “waawooo” doang, hadeuh apaan sih. Itu bukan saya lho, sumpah!
Nangkring di Jeep
Kegirangan naik Jeep
Sejam perjalanan kami pun tiba di… Ranu Pani? Bukan!
Tapi di Jemplang, itu masih 8 km lagi buat ke Ranu Pani. Kala itu Jeep cuma
bisa sampai Jemplang karena jalan ke Ranu Pani masih di perbaiki dan cuma motor
yang bisa lewat. Sebelumnya kami udah tahu tentang hal ini dan kami udah
putuskan jalan kaki. Sebenernya ada ojek sih, tapi harus oper nantinya, jadi
harus 2 kali ngojek. Duit lagi deh.
Selain masalah finansial, kami putuskan jalan kaki
itung-itung pemanasan. Ya, kaki harus dibiasakan jalan dulu sebelum pendakian
sebenarnya. Tapi setelah dilakonin, ini mah bukan pemanasan. Jauh banget! Udah
kayak naik gunung aja.
Di tengah jalan, Rio berhenti dan mengeluarkan sesuatu
dari cariernya. Saya kira mau keluarin cemilan gitu. Bukan. Dia mengeluarkan
galon 6L full berisi air yang dia bawa sedari tadi di dalam carier. Dia kelelahan
bawa itu, dalam carier pulan. Jadilah kami bergantian membawa galon itu.
2 jam berjalan, tepar sudah. Kami mulai jalan kaki
dari Jemplang jam 5 sore, dan sampai di Ranu Pani jam 7 pas hari udah gelap.
Jemplang -> Ranu Pani. Hajaaar! *udah kayak boyband
Ketika tiba di pos perizinan udah banyak pendaki
disana. Tapi posnya tutup, terpaksa kami ngurus simaksi esok harinya. Karena
kami udah kelelahan semua, kami langsung nyari lapak untuk mendirikan tenda.
Supaya cepat, kami bagi tugas. 3 orang masak buat makan malam, sisanya masang
tenda dan beres-beres logistik. Disini kami nggak bisa nancepin pasak ke tanah.
Tanahnya keras, jadilah masang tenda seadanya.
Setelah makan malam, kami istirahat. Tenda saya di isi
oleh Saifud, Eko, Rio dan Faisal. Sedangkan tenda yang satunya berisikan Idang,
Reva, Abduh, Rahman dan Nafi. Sebelum tidur, saya, Saifud dan Faisal main kartu
gapleh dulu. Ketika sedang main, hp Faisal bunyi dan itu adalah telepon dari
ibunya. Ibunya nanya kenapa baru bisa dihubungi, si Faisal pun jawab “Aku lagi
nonton OVJ Ma, di Rampal”. Njirr dusta ini anak, awas kualat bohong sama orang
tua!
Pagi sekali sebelum subuh, beberapa dari kami udah ada yang bangun.
Saya yang kebagian piket masak pagi itu, dibangunin dengan niru gaya Arya
Wiguna “Subur waktumu sudah habis!”. Ini diganti jadi “Ilham waktumu sudah
habis!”, beuh ganggu banget! Saya bangun dalam kondisi menggigil! Gilaaa pagi
itu dingin banget, sampai menusuk ke tulang. Dari semua gunung yang pernah saya ndaki, Ranu Pani
paling dingin. Saya paksa untuk gerak supaya nggak kerasa dingin. Sejak malamnya pakai sarung tangan, dan saat di buka itu kayak mati rasa. Apalagi saat menyentuh air, dinginnya seperti air di Antartika, di kutub. Ya, rasanya Ranu Pani udah kayak di kutub! FYI, saya belum pernah ke kutub.
Ternyata semua bangun dalam kondisi kedinginan. Reva dan Eko
nyari ranting dan ngumpulin sampah untuk bikin api. Meskipun nggak dapat banyak, tapi lumayan bisa menghangatkan tubuh. Sebagian lagi masih ada yang enak ngorok, ileran pula. Nyenyak banget. Sial, kenapa saya kebagian piket masak pagi-pagi sih. Btw, saya sendiri yang nyusun jadwal piket masaknya.
Ada fenomena unik, Danau Ranu Pani pagi itu berasap. Bukan karena airnya panas mendidih jadi berasap. Bukan, siapa juga yang mau masak air danau Ranu Pani. Tapi ini karena letak Desa Ranu Pani sendiri yang berada di ketinggian 2100mdpl membuatnya diselimuti kabut pada pagi hari. Begitu juga pada danaunya, sehingga terlihat seperti berasap.
Ada fenomena unik, Danau Ranu Pani pagi itu berasap. Bukan karena airnya panas mendidih jadi berasap. Bukan, siapa juga yang mau masak air danau Ranu Pani. Tapi ini karena letak Desa Ranu Pani sendiri yang berada di ketinggian 2100mdpl membuatnya diselimuti kabut pada pagi hari. Begitu juga pada danaunya, sehingga terlihat seperti berasap.
Kabut yang menyelimuti danau
Danaunya berasap
Baru ketika matahari terbit saya merasakan kehangatan
yang sebenarnya. Dingin yang sejak pagi merasuki tubuh pun perlahan hilang. Kemudian
kami sarapan, packing, ngurus simaksi dan berangkaaat!!
Makan nikmat ya di gunung bareng sahabat
We are ready!!!
0 comments: