Pendakian Semeru #2: Keelokan Semeru

21:54 Ilham Firdaus 0 Comments

Setelah packing dan udah ngurus simaksi. Perjalanan dimulai! Semuanya dalam kondisi penuh semangat yang berapi-api. Diawal kami lewat ladang-ladang kebun milik penduduk setempat. Kesan pertama yang saya dapat ini, padahal baru awal tapi pemandangannya udah memanjakan mata gini, duh jadi ngga sabar.

ranu pani semeru
Ada yang ga ke ajak sampai lari2

Medan kemudian berganti melewati jalan setapak di tengah hutan rimba. Sepanjang perjalanan ya begitu, hutan. Momen susul-susulan sama rombongan pendaki lain terjadi. Ketika kami nyusul pendaki yang lagi istirahat, kami sapa mereka “Misi mas, kami duluan”, dengan senyum tentunya. Mereka pun menjawab “Iya mas, monggo”. Lalu gantian saat kami istirahat, eh pendaki yang sebelumnya udah kesusul nyalip. Mereka pun nyapa kami, dan kami balas menjawab. Dan itu terjadi berulang-ulang, entah berapa kali iterasi.

Dari mulai start, treknya emang nggak terlalu berat. Nggak nanjak parah kayak Ciremai, tapi ini jauh. Lalu setelah jalan beberapa jam, kami dihadapkan sama tanjakan yang lumayan terjal. Disini nguras banyak tenaga. Selain jalannya emang nanjak, beban carier di punggung berat pake banget.

trek jalur semeru
Ini tanjakannya

Perjalanan makin berat. Matahari yang udah berada di atas kepala bikin cepet dehidrasi, mana air juga tinggal sedikit. Kami harus menghemat air, satu orang dijatah satu tegukan tiap kali istirahat. Gitu terus selama beberapa menit.

Setelah melewati hutan dengan vegetasinya yang rapat, kami mulai memasuki medan yang lumayan terbuka. Dan kami terperangah! Kami semua teriak gembira! Apa yang kami temukan? Kami melihat air, banyak banget. Ya, Ranu Kumbolo! Masalah air jelas teratasi, dan yang paling penting kami yang tadinya udah loyo jadi semangat karena Ranu Kumbolo udah di depan mata! Cihuyy!

ranu kumbolo semeru
Kegirangan lihat Ranu Kumbolo

Langkah kaki jadi makin cepat setelah melihat keberadaan Ranu Kumbolo, kadang setengah lari pas jalannya datar. Daaan ketika kami sampai di tepi danau, kami berhamburan. Apalagi yang kami lakukan selain minum, dehidrasi melanda. Mana panas, pada basahin kepalanya masing-masing biar seger.

ranu kumbolo semeru
Biar afdol minumnya gini

Setelah istirahat bentar, kami lanjut berjalan ke sisi danau lainnya, yaitu yang di dekat Tanjakan Cinta. Disitu kami istirahat cukup lama, karena kami makan siang dulu. Cacing di perut udah meronta-ronta minta makan. Sambil nunggu makan siang siap, ada yang tiduran, ada juga yang foto-foto. Maaf untuk yang kebagian piket, kalian fokus masak aja deh yaa.

Aah.. begitu nyamannya di Ranu Kumbolo, rasanya ingin berlama-lama berada disana. Apalagi saat itu Ranu Kumbolo tidak begitu ramai, sehingga bisa merasakan ketenangannya. Tapi target kami hari itu adalah Kalimati, sehingga habis makan dan cukup istirahat kami lanjut lagi.

ranu kumbolo semeru
Sepinyaaa

ranu kumbolo semeru
Ranu Kumbolo

Dan inilah yang kami semua tunggu, Tanjakan Cinta! Dengan mitosnya, kami semua mendaki tanjakan itu sambil membayangkan wanita yang kami idamkan.

Ketika sudah berhadapan dengan tanjakan cinta, nggak ada satu pun yang mau naik duluan! Akhirnya kami paksa Saifud, yang sudah punya pacar untuk naik duluan dan memotret kami dari atas tanjakan. Sedangkan 9 jomblo lainnya naik satu per satu.

Yang pertama naik Faisal, dan saat dia naik kami semua menyaut memanggil namanya biar dia nengok. “Sal, tunggu sal!”, “Barenglah Sal, jangan egois”, macem-macem pokonya biar dia mau nengok. Tapi dia nggak gentar dan sampai pucuk tanjakan tanpa noleh ke belakang. Lalu disusul yang lain dan diperlakukan serupa sama yang belum nanjak.

Saya dan Rahman menjadi yang terakhir naik. Setelah yang lain naik, saya baru sadar dari 8 orang yang naik tadi nggak ada satupun yang naik sambil bawa galonnya Rio. Apa boleh buat, saya dan Rahman bergantian membawanya ke atas tanjakan. Congratulations! Kami semua berhasil mendaki tanjakan tanpa menoleh ke belakang, hanya tinggal menunggu keajaiban. Hehe!

tanjakan cinta semeru
Semangat Tanjakan Cinta!

Tanjakan Cinta menguras banyak tenaga, setelah istirahat sejenak kami melanjutkan perjalanan melewati Oro-oro Ombo. Ini juga yang kami tunggu. Oro-oro Ombo, padang rumput dengan bunga berwarna ungu yang orang-orang sebut sebagai Lavender tapi nyatanya bukan. Tapi yah tetap saja cantik kok.

Setelah memandang mencari-cari sekumpulan bunga berwarna ungu, hasilnya nihil! Kemana perginya? Ternyata kami datang di waktu yang nggak tepat! Padang bunga berwarna ungu tersebut mengering dan berubah jadi berwarna coklat. Yaaah sudahlah tak apa, ini tetap unik bagi kami!

oro-oro ombo semeru
Oro-oro Ombo mengering

Ranu Kumbolo udah, Tanjakan Cinta udah, Oro-oro Ombo juga udah. Sekarang yang akan kami lewati adalah Cemoro Kandang. Sesuai namanya, setelah ini kami akan melewati kawasan hutan cemara. Ini medan terakhir sebelum Kalimati, semangat!

Teriknya panas matahari sudah bukan jadi masalah karena hutannya ini lebat dan rapat, sehingga kami terlindungi dari terpaan sinar matahari. Selain itu langit juga berawan. Kekhawatiran saya disini muncul. Kalau hujan gimana? Masalahnya cuma beberapa dari kami yang bawa raincoat, sedangkan perjalanan juga masih jauh.

Saya dapat ide. Kalau hujan, yang nggak bawa raincoat bentangin flysheet bareng-bareng sambil terus jalan. Salah sendiri disuruh bawa raincoat malah nggak. Lalu secara perlahan turunlah butiran-butiran air dari atas alias gerimis yang lama-kelamaan menjadi deras. Saya pun langsung mengeluarkan flysheet dan menyuruh yang nggak bawa raincoat untuk berlindung di balik flysheet. Kalau dilihat dari luar, jadilah kami seperti barongsai!

Saat masih dalam formasi barongsai, tiba-tiba hujan mereda. Eko berkata, “Ini bukan hujan, Ham. Cuma Sugesti”. Lalu hujan kembali turun tapi kecil, saya membalas “Apanya yang sugesti, Ko. Hujan beneran ini”. Nggak lama, seketika hujan reda lagi. Eko berkata lagi “Tuhkan reda, cuma sugesti”. Saya pun jadi berpikir, apa iya ini cuma sugesti. Ah sudahlah yang penting hujan reda. Dan formasi barongsai pun bubar.

Hutan cemara ini seakan nggak ada habisnya, belum ada tanda-tanda Kalimati sudah dekat. Ditengah perjalanan, tepatnya jalan yang menanjak. Saya melihat ada tempat yang cukup terbuka, saya pikir itu Kalimati jadi saya mempercepat langkah. Dan ketika sampai, ternyata bukan. Itu pos Jambangan! Kalimati masih kurang sekilo lagi.

Yang menakjubkan, baru di Jambangan ini kami bisa lihat puncak, ya Mahameru! Sepanjang perjalanan, si puncak para dewa itu nggak kelihatan sama sekali. Lumayan, dengan bisa melihat Mahameru, semangat kami terkumpul lagi meskipun hari sudah mulai gelap. Perjalanan kami lanjutkan sambil memungut ranting dan batang pohon yang sudah mati untuk membuat api di malam hari.

Nggak terlalu capek berjalan dari Jambangan ke Kalimati, hal itu karena medannya yang relatif datar dan menurun. Kami pun akhirnya sampai di Kalimati sekitar jam 6 sore, saat langit sudah gelap. Langsung saja kami mencari lapak untuk mendirikan tenda. Kami pun bagi-bagi tugas biar cepat, 3 orang kebagian masak dan sisanya mendirikan tenda dan beres-beres logistik. Makan malam jadi agenda selanjutnya.

Setelah beres makan, kami baru menyadari stok air kami menipis. Nggak cukup kalau digunakan untuk summit tengah malam nanti. Mau ngisi ke sumber mani pun sepertinya nggak bakal ada yang mau, mengingat kondisi tubuh yang sudah lelah dan nggak tahu arahnya.

Saat sedang memikirkan hal itu, tiba-tiba kami mendengar suara. Bukan suara babi hutan ataupun suara kentut. Suara itu memberi kabar baik bagi semua. Ya, itu suara seorang warga Ranu Pani yang menjual air minum. Meskipun harganya mahal, 10 ribu rupiah untuk 1 botol ukuran 1.5 Liter.

Yah tak apalah, mengingat mahalnya itu karena di gunung air adalah sesuatu yang sangat berharga, apalagi bapak yang menjual air itu memang butuh perjuangan untuk membawa air tersebut dan untuk selanjutnya dijual. Kami pun beli 2 botol saja.

Setelah masalah air teratasi sebenarnya tinggal tidur aja sih, mana tengah malam hari harus bangun untuk summit attack. Tapi sebelum tidur ada aja yang iseng, kali ini Saifud. Saat berada dalam tenda dia tiba-tiba pengen kentut, lalu dia keluar dan mengebom tenda sebelah. Otomatis penghuni tenda yang isinya Faisal, Idang, Reva, Nafi dan Abduh murka. Tapi dia acuh dan langsung kabur kembali ke tendanya. Ada-ada saja! Untung mereka nggak keracunan.

Nggak lama setelah itu kami pun tidur..

0 comments: